Wednesday, June 25, 2008

Rumah Nyaman untuk Penghuni Usia Lanjut

Ibarat bagian akhir lagu yang semakin pelan, irama hidup seseorang juga semakin melambat. Tak heran bila orang-orang lanjut usia lebih menyukai kesederhanaan dan rasa nyaman. Ekspresi ini biasanya tercermin dalam cara mereka menata rumahnya.

Mustafa Alatas (56) dan Lulu Mustafa (55), sudah lama tinggal di rumahnya di daerah Pondok Labu, Jakarta Selatan ini. Setelah ketiga anaknya menikah, sebagian tanahnya dijual dan tahun 2004 mereka membangun rumah sendiri tapi masih di pekarangan yang sama.

Rumah yang ditempati pasangan yang sudah usia lanjut ini cukup unik bila dilihat dari segi posisinya. Letaknya tersembunyi, yaitu berada di belakang bangunan lama (bangunan lamanya sekarang ditempati oleh salah satu anaknya).

Kamar Tidur Luas
Hal pertama yang langsung terlontar dari Lulu ketika ditanya apa yang diutamakan ketika membangun rumah ini adalah kamar tidurnya harus luas. “Dulu, living room yang harus luas. Sekarang sudah tua, senangnya di kamar, jadi kamar tidurnya yang harus luas,” jelas Lulu yang tampaknya senang menata interior rumah.

Kamar tidur di rumah ini memang cukup luas. Di dalamnya tertampung tempat tidur, lemari sepanjang dinding, kulkas, meja kerja berisi mesin fax dan perangkat audio, lalu ada TV, dan ada juga lemari berisi perlengkapan kosmetik. Di luar barang-barang tersebut, masih tersisa ruang luas yang dihampari karpet, yang disediakan untuk menonton TV. Karpet ini dipenuhi bantal-bantal kursi yang terlihat sangat hangat dan nyaman. Cucu-cucu pun sering berkumpul di ruang ini.

Simpel Tapi Menarik
Bentuk rumah ini sangat simpel, terdiri dari 1 ruang yang luas (memuat ruang keluarga, ruang makan, dapur), lalu ada 1 kamar tidur dan 1 ruang kerja. Ruang kerja yang sering digunakan oleh Mustafa ini berisi perangkat komputer, koleksi buku, koleksi CD, dan satu sofa tunggal untuk tempat membaca.

Sekalipun sangat simpel, ada beberapa hal menarik di rumah ini. Misalnya saja, kursi makannya berupa bangku tanpa senderan (seperti bangku warung tapi lebih pendek) yang terbuat dari kayu bergaya rastik (berpermukaan kasar). Bangku yang dibeli di daerah Kemang ini menurut Lulu, mirip bangku di kantor Mustafa dulu (Mustafa dulunya bekerja di bidang advertising).

Selain itu, di rumah ini ada banyak sekali pernak-pernik yang ditata dengan sangat apik. Di dekat pintu masuk, misalnya, terlihat botol warna-warni macam-macam bentuk yang diletakkan di atas meja konsol dan bangku kayu. Lalu di ruang keluarga juga ada satu lemari/rak antik berisi macam-macam pernak-pernik yang sebagian besar dibeli Mustafa dan Lulu di London.

Tempat Gantung Kain
Ada hal lain lagi yang menarik di sini. Kamar mandi di rumah ini posisinya berada di ruang keluarga, dengan pintu menghadap sofa. Karena kurang enak bila dari sofa mendapat “pemandangan” kamar mandi, di depan pintu kamar mandi ini diletakkan semacam sekat. Sekat ini dulunya adalah tempat menggantung kain untuk display di toko kain yang dimiliki Lulu. Karena toko kainnya sudah tidak ada, rak display ini hijrah ke rumah. Bila disampirkan kain, rak ini bisa menjalankan fungsi sebagai devider antara ruang keluarga dengan kamar mandi. Devider yang tidak terlalu menyita ruangan ini jadi terlihat unik dan “lain”.

Ruang Setengah Lingkaran
Tepat di sebelah rumah Mustafa, dibangun sebuah rumah dua lantai. Lantai 2 bangunan ini menerus ke lantai 2 rumah Mustafa, tapi tidak punya akses ke rumah Mustafa (lantai 1).

Rumah yang sedikit “aneh” karena berbentuk setengah lingkaran ini, sedianya ditempati salah seorang anak Mustafa dan Lulu. Tapi karena si anak berada di luar negeri, jadilah bangunan tersebut digunakan oleh pasangan lanjut usia ini. Lantai 1 digunakan untuk ruang terima tamu (walaupun pasangan ini jarang menerima tamu) dan lantai 2 digunakan untuk usaha Lulu yaitu berjualan pakaian batik khas Pekalongan.

Di rumah berukuran mungil inilah Mustafa dan Lulu banyak menghabiskan waktunya. Pada siang hari—seperti ketika pemotretan berlangsung—cucu-cucunya bermain-main bersama Lulu di ruang keluarga, sambil sesekali “mengganggu” Mustafa yang sedang asik berkomputer di ruang kerja. Inilah gambaran rumah para orangtua yang lebih menyukai kesederhanaan dan kenyamanan.