Saturday, June 28, 2008

Harga Tanah Tinggi, Pengembang Memilih Daerah Pinggiran

Tingginya akumulasi kekurangan rumah di Jawa Barat yang mencapai 1,36 juta merupakan celah bisnis properti menjanjikan para pengembang. Namun, tingginya harga tanah di daerah perkotaan mendorong sejumlah pengembang untuk membangun rumah sederhana sehat (RSH) di luar Kota Bandung.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Appersi) Jawa Barat Ferry Sandiyana mengatakan, penentuan harga perumahan ditentukan pada dua hal, yaitu harga tanah dan bangunan.

Harga tanah di perkotaan tinggi, padahal harga maksimal tiap RSH telah dipatok maksimal Rp 55 juta. Jika tetap di daerah kota, maka masyarakat ekonomi menengah ke bawah tidak akan mampu meraihnya, kata Ferry, Selasa (15/4) di Bandung. Menurut Ferry, harga tanah di kota Bandung saat ini mencapai sekitar Rp 75.000 atau naik sekitar Rp 25.000 dari harga tanah tahun lalu.

Sejak bulan Januari, Appersi telah membangun sekitar 8.700 unit RSH di Kabupaten Bandung. Dengan target pembangunan RSH tahun 2008 sebesar 12.000 unit, Appersi juga akan membangun RSH di Purwakarta, Kuningan, Cirebon, Sumedang, dan Bogor.

Gubernur Jawa Barat Danny Setyawan beberapa waktu lalu mengakui, pembangunan RSH di perkotaan selalu terbentur pada minimnya lahan. Karena itu, pembangunan rumah susun sederhana milik yang diharapkan menghemat lahan belum dapat terealisasi.

Subsidi pemerintah

Selain tingginya harga tanah, pengembang juga dibebani dengan naiknya harga bahan bangun an seperti besi, semen, dan batu bata juga naik. Mahalnya harga tanah memaksa pengembang untuk membangun RSH di daerah pinggiran.

Ferry menjelaskan, harga besi ukuran delapan inchi naik dari Rp 33.000 menjadi Rp 53.000 per batang, harga semen naik dari Rp 40.500 menjadi Rp 44.000 tiap zak, serta harga batu bata naik dari Rp 200 hingga Rp 330 per biji.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah memberikan kebijakan dengan menaikkan harga RSH dari Rp 49 juta menjadi Rp 55 juta. "Kenaikan harga ini mengurangi beban para pengembang, karena kami harus menghadapi naiknya harga pada semua segi, " ujar Ferry.

Ferry menambahkan, selain menaikkan harga perumahan, pemerintah juga memberikan subsidi bagi para pengembang maupun pembeli. Subsidi yang diberikan pada pengembang b erupa pembangunan prasarana umum, sedangkan subsidi kepada masyarakat atau pembeli diwujudkan dengan bantuan pinjaman uang muka dan penurunan suku bunga kredit.

Ferry menjelaskan, pemberian bantuan subsidi pemerintah dilaksanakan oleh dua institusi, yaitu Departemen Pekerjaan Umum dan Kementrian Negara Perumahan Rakyat.

Bantuan dari Departemen Pekerjaan Umum diberikan dalam bentuk pembangunan sarana fisik akses jalan ke lokasi perumahan dan bantuan dari Kementrian Negara Perumahan Rakyat berupa pembangunan jalan di dalam komplek perumahan serta drainase, kata Ferry. Dengan bantuan prasarana umum dari pemerintah, menurut Ferry, harga tiap unit RSH dapat ditekan sekitar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.

Ketua Asosiasi Marketers Developer Bandung Yuyun Yudhiana mengatakan, subsidi berupa pinjaman uang muka kepada masyarakat disalurkan tiga institusi, yaitu Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (BAPERTARUM-PNS), Asabri, dan Jamsostek

Pinjaman uang muka berkisar antara Rp 7 juta sampai Rp 10 juta. Bahkan BAPERTARUM-PNS berencana akan menaikkan besara pinjaman uang muka menjadi lebih dari Rp 10 juta, tambah Yuyun.

Kebutuhan perumahan masyarakat ekonomi menengah ke bawah sangat dirasakan pula di kalangan para buruh. Menurut Ferry, pembangunan RSH khusus buruh seringkali terhambat oleh sulitnya perijinan dari pemerintah daerah. Karena itu, pemerintah perlu memberikan kemudahan perijinan di sejumlah kantong-kantong buruh, seperti di Rancaekek, Leuwigajah, dan Padalarang.